Selasa, 09 September 2008

puisi

Jendela Kayu

Segenap aku bangun dalam perasaan bersalah

Jendela kayu terbuka dengan lebar berirama penuh keambiguan

Kadang aku menangis diatas jendela kayu bersama arakan kepedihan

Jendela kayu bersuara oleh semilir angin yang berhembus dalam duka

Perih aku mengingat hidupku seperti jendela kayu

Jendela kayu sedikit demi sedikit rapuh dimakan rayap

Akupun sedikit demi sedikit rapuh dan habis dimakan dosa

Jendela kayu pun hancur karna tertimpa badai

Dan aku pun mati tyertimpa jendela kayu.




Kelopak Gelap

Semilir hawa panas yang berjumpalitan kedalam persendian jiwa

Timur laut pun berbuih menuju suatu tempat

Anak-anak dan coro pun berdiri bagai manerima berkat

Suatu berkat yang dibawa pengkhianat

Aku tersenyum didalam sekat-sekat

Sambil begumam nada-nada menuju bertobat

Anak jalanan tertawa riang dengan membawa sikat

Sikat yang diambil dari uang para pejabat

Pejabat yang suka dan hobynya bermain gulat

Bermain gulat dan yang kalah adalah rakyat.




Suaka Marga Fatwa

Kenapa engkau bertanya dan mendikteku

Bukankah aku sudah terjebak dan meliuk diatas pusara kebencianmu?

Aku merenung dan minitikan air mata diatas kuburku sendiri dan engkau kini tertawa!

Dan engkau masih tertawa! Kenapa engkau tertawa? Karna aku ini hina?

Liur anjing pun aku minum, darah bangkai pun aku seruput seperti es campur yang engkau berikan padaku tempo hari

Kalau dikatakan sedih aku sedih, dikatakan menderita aku lebih menderita, tapi apa tindakankau? Engkau hanya terus tertawa kadang hanya tersenyum lebar!

Memang engkau memberi gagasan, tapi gagasan itu hanya seperti engkau menyuruh membunuh ibuku, bapaku, adiku, kakakku, neneku, atau bahkan semua orang yang dekat denganku!

Kadang lebih baik aku mati tergantung ditiang gantungan dan dieksekusi oleh binatang, ketimbang aku mati diatas tunjukan jarimu dan omontgan palsumu!


METRONOM

Aku terbang dalam kegelisahan liuk tubuh sanghyang dwisesa.

Ketika semua bertasbih dalam kegoncangan cinta yang tiada terbalas.

Kiriman buih-buih penderitaan pun semakin menyurutkan tekad sipencari arwah.

Kebingungan akan selalu melanda bagi pasukan rahwana yang mencari dosa.

Laksana katak dalam tempurung bagai riak ombak yang dimakan tanaman aku berpikir dalam renungan.

Untuk satu hal yang aku inginkan.

Hidup bersama kafilah surgawi!



IMPROVISATOR JIWA

Melirik dalam kelesuan tubuh sang pujangga kematian.

Ditiduri dengan bordir kayu yang melemaskan egoisentris.

Laksana meja kehidupan dijamah oleh makian para penyakit gila.

Seorang laksamana berinteraksi dengan sekawanan babi yang berkeliaran di bukit duri.

Inilah aku jiwa seorang penderma yang tidak membutuhkan irama cinta.

Dalam kepuitisan ramayana yng penuh dengan derita.! Aku memohon untuk bersama dalam setia kepedihan asmara.




Saritem bergelora di CakraBuana

Berirama dalam lolongan nafsu pencinta.

Hidup ini penuh dengan intrik kawanan setengah manusia.

Asusila bergemulai bersama ciran sperma ditubuh kelelawar dosa.

Ingin bila rasanya mereka bercerita tentang intimidasi internal tubuh.

Seakan mereka akan menukik dalam pelukan sang Fajar yang memotong hidup mereka.

Kucing dan anjing terlepas dalam tertawaan penjual dosa.

Tak mungkin bila mereka akan bergelimanngan cinta atas dasar cinta.

Tak ayal rohaniawan redup seakan-akan termakan usia.




TERITORIAL EMPEDU FITRAH

Hinggap sang lebah dalam doa sang penziarah

Diikuti dengan nyanyian angin dari dedaunan surga.

Riwayat lelaki suci terus hidup dalam zuhud yang terbakar cinta pada sang Maha pencinta.

Terlelap dalam bingkai doa

Terbangun dalam rasa suka.

Kadang terngiang puluhan permata dunia,

Tak jarang berpelukan dengan asmara pahala.

Liar seakan liar dalam nestapa.

tapi inilah cinta hakiki kehidupan sang pencinta.




ORGANISATOR KELABU

Wahai mata angin yang mengarah kearah barat daya...katakan pada dia “aku adalah sekantong manan busuk yang dirasuki racun kelelawar.

Engkau mata angin yang mengarah kearah timur laut.....dengarkanlah “aku pujangga cinta yang membelah jati diri gelandangan samudra hindia”.

Engkau mata angin yang mengarah kearah selatan tenggara....simaklah “dirimu adalah nirwana derita yang tartiup jari-jari auman serigala jingga”

Engkau mata angin yang mengarah ke utara selandia.......berbisik kepada penguasa “ aku kelaparan dosa dan tangis para manusia miskin dan tak berguna”

Wahai lingkaran jarum keteraturan aku bercumbu dengan kehangatan yang terbakar dalam kompleksitas kematian.......!




LINGKARAN PERASAAN

Kekecewaan diriku dalam kegetiran asmara yang tak pernah bahagia.

Dalam lamunan aku inginkan untuk terus menitikan air mata cinta seindah sutra.

Selama hatiku terpaut pada ketakutan akan kehilangan.

Semuanya kadang terasa begitu parsial dengan stimulus pembuat jeritan emosionalitas diri.

Tatkala takdir ini aku yang harus menentukan kemana arah egoku.

Antara kehilangan dan penantian, antara kebahagiaan dan kesakitan, Antara kejujuran dan kebohongan, antara cinta dan




TITIK PUTIH

Titik putih yang aku cinta!.......aku inginkan kau memeluku dalam kerinduan......

Titik putih yang aku damba!.....aku ingin berlari dengan mutiara pasir hitam yang membawa bunga cinta...........

Titik putih yang menawan!.......tidurlah kau bersama rintihan merdu bidadari surga...

Titik putih yang aku idamkan!........bawalah cemara hatiku tertuju pada hatimu.......

Titik putih yang aku impikan!........dampingi aku, temani aku dalam kegelapan dan bawa diriku pada mentari pagi yang tertawa lepas kepadaku......

Titik putih ijinkan aku untuk menangis dipangkuanmu!


KELELAWAR SENJA

Sayap-sayap kelabu menjadi hiruk pikuk dalam keadaan zaman.

Rahang-rahang tipis bergelora di mega mendung yang termakan jari angin.

Liukan tanah, liukan laut menghimpit ekorku dengan badai fatamorgana.

Mangsa kulihat dipelipis pohon-pohon yang nelakonkan drama.

Tetapi tersadar akupun termangsa oleh remang-remang senja yang membakar kulitku karna panasnya jeratan dosa.

Aku terbakar dan makin terbakar dengan kerasnya batu neraka yang tersemayam didunia.


Ramadhan di dalam Rerumputan Zaman


Berbuih perasaan rindu akan datangnya suatu zaman keemasan.

Manusia tertunduk dalam lingkaran setan yang menyeringai didalam keraguan.

Ya Allah berilah kami butiran air mata surga yang dititikan oleh rasul sang manusia pecinta.

Timur menjadi barat dan utara menjadi selatan.

Merenung dengan bahasa qalbu yang tergerak karana ringannya dosa-dosa.




Ramadhan didalam Rerumputan Zaman (II)

Imlpisit getaran makna dalam ritual menahan diri.

Ingin diriku melebarkan sayap-sayap pahala yang tidak termakan oleh usia.

Rona senja yang terukir bebas di dalam gurat zaman keemasan, taka ayal para pendeta berbondong-bondong memasuki halaman masjid.

“Ingat hai para manusia akan datangnya suatu hari dimana kamu tidak bisa bersembunyi”

Hanya sekedar bulan mereka takut, ketika hilang bulan mereka kembali menjai seorang penebus dosa.







Habituasi Kalangan Arogansi

Bertaruh diatas tanduk kekuasaan yang semakin beriringan tajam dalam kelemahan public.

Untaian kata dan makna semakin dipersembah sebagaimana pendeta menyembah tuhannya.

Kelakuan yang mirip dengan jeratan hipokratpun takan bias dihindarkan.

Rakyat derita dia tertawa. Anak kecil menangis dan kabilah anjing pun berhambur memakan mangsa.





Sujud Dalam Pangkuan Kesabaran

Berikrar penuh aroma cinta dalam keteguhan ramadhan.

Sangsakala pun bila ditiup hari ini dia pasti siap menunggu ajal.

Mereka hidup penuh derita dunia namun penuh dengfan bumbu-bumbu illahi yang menyertai.

Jikalau mereka mati mungkin mereka aikan menerima mati menjadi seorang sufi yang tidak pandang akan duniawi.






Riwayat Kucing Liar yang Menerjang badai

Bila dia melihat tentang kucing yang hidupnya menyendiri,

Telah lama terpikirkan bagaimana bias dia hidup sendiri dalam kemewahan.

Dia pun menjawab “aku merenung dalam pertikaian perasaan yang bercampur dengan lidah romansa dunia, dimana aku melamunkan seekor tikus yang membawa kitab sufistik menuju nirwana jingga”

Indah bila didengar namun bersilang otak apabila dilogikakan.

Inilah pemikiran hidup sang kucing liar.


Tidak ada komentar: