Selasa, 09 September 2008

cerpen

Cahaya Surau Tua

Tatkala aku duduk dan termenung didalam kegelisahan nurani, maksud hati ingin terbuai laksana matahari merindukan keteduhan bulan yang menyeringai lebar diatas dahan embun kenikmatan.

Renunganku akhirnya tersampaikan pula dalam kebimbangan hati yang merenggut seluruh kepercayaanku pada keyakinan ini, tak tahu akan kebenaran aku mencari-cari kebenaran seperti musa mencari tuhan, atau Ibrahim yang brikhtiar menemukan Dzat illah. Apakah akupun merasa hal yang sama seperti mereka para pencari Tuhan atau ini hanya sebatas imajinasiku yang tak tertahankan melihat dunia ini yang berantakan. “entahlah” jiwaku memekik dalam keraguan.

Kutatap langit yang gelap seperti gelapnya otaku yang tersengat halilintar dengan cahaya bualn yang tersenyum menatap gagak yang berterbangan, akupun berdiri dengan kemantapan hati dan berjalan dalam kerinduan dan pengharapan. Setelah aku berjalan jauh dan lelah punggungku terasa tertusuk tulang bangkai yang membuatku meringis, mungkin ini akibat aku begitu lelah dan kehausan akan jati diri seorang veteran kebenaran. “kak, kamu mau kemana?...kesini...kak,kesini!” dalm keadaan yang lelah ini tiba-tiba aku mendengar suara bocah laki-laki yang berbicara seperti kepadaku, lalu akupun menoleh kebelakang tapi dibelakangku tak ada seorang manusiapun atau bahkan curut kecil pun tak nampak disana yang ada hanya jembatan kosong melompong bagaikan songsong yang ditiup angin. Kemudian aku mendengar suara bocah itu lagi “aku disini kak, dirumah tua ini....sebelah kiri dari jembatan kak!” kemudian aku menoleh kearah kan jembatan dan disana aku melihat gubuk tua yang sudah reyot dan dindingnya terbuat dari bilik bambu dengan cat putih yang sudah memudar karna dimakan usia, tapi aku melihat tidak ada seorangpun disana yang kulihat hayalah stitik cahay kecil yang berada di gubuk itu dan segumpal debu yang berterbangan dalam ketakutan! Akupun dengan perasaan heran dan penasaran berjalan kearah gubuk tua itu Sambil berbicara dengan nada setengah keras “kamu siapa?, dan dimana? Aku tidak dapat melihat kamu”. Suara bocah itu terdengar lagi “ aku disini kak, di rumah reyot ini” “coba kakak masuk kesini!”. Akupun terus berjalan mendekati gubuk reyot itu dengan napas terengah-engah dengan kepala panas mendidih dengan jantung berdebar-debar dan dengan hati yang terombang-ambing kegelisahan. Sampailah aku didepan gubuk reyot yang tua ini dan kulihat ada cahaya lilin yang remang-remang di balik jendela disamping pintu masuknya. Dengan perasaan was-was aku mengetuk pintu dengan pelan sepelan jiwaku yang merintih ketakutan, tak ada yang membuka,kemudian aku mengetuk kembali aga keras dengan mengucapkan salam “Assalamu..a.la...ikum!” aku mngucapkan salam dengan terbata-bata karna kata ini tak lazim aku gunakan, ketukanku yang kedua besrerta salam ini tak ada yang merespon bahkan menyahut, menurutku gubuk tua ini seperti tak ada kehidupan. “ assalamualaikum” “wahai bocah kenapa kamu tidak membukakan pintu! Apakah kamu berada didalam gubuk ini?” masih saja keheningan yang aku dapatkan, dengan perasaan yang amat sangat penasaran akupun dengan segenap keberanian mencoba memberanikan untuk masuk kedalamnya, perlahan-lahan aku mencoba mendorong pintu yang sudah keropos yang tidak ada gaganngnya sama sekali, tapi pintu ini begitu kuat laksana benteng yang tertahan gelombang dunia kenistaan! Semakin kuat aku mendorong semakin kokoh pintu reyot ini! Akhirnya akupun diam dengan terengah-engah dan sedikit agak gila dengan kejadian yang kualami. Akupn pasrah dengan lamunan hati yang semakin tak karuan terombang ambing kelelahan tubuh.

Kreek....” tiba-tiba tanpa aku sadari pintu itupun terbuka dengan sendirinya akupun makin bingung dengan keanehan ini! Tanpa aku pikirkan lagi akupun masuk dengan kepedihan otaku yang panas ini dengan ketakutan! Kuarahkan semua pandanganku ke se-isi gubuk reyot ini, kulihat penerangannya hanya satu cempor yang terpasang didinding, dan dindiningya pun semua bilik yang penuh debu, atapnya terbuka l langsung menngarah kepada suhunan genting yang sepertinya akan roboh, lantainya pun hanya tanah dan sebagian di lapisi oleh karpet yang entah warnanya apa, kutatap kedepan tiada siapa-siapa hanya mimbar tua dengan sajadah yang usang disebelahnya! Akupn pun bertanya-tanya dalam hati siapa gerangan anak kecil yang memanggil-manggil aku tadi?. Kemudian akupun duduk didekat mimbar sambil menengadahkan jiwaku ini pada seisi ruangan! Dan akupun sekarang tahu bahwa gubuk reyot ini adalah sebuah surau yang dibangun oleh para penduduk di desa seberang yang sedikit jumlahnya dan rata-rata mereka bermata pencaharian pandai besi!.

Dengan ragu-ragu akupun mendekati mimbar kayu yang bagian bawahnya keropos dimakan rayap, aku disana melihat tumpukan kitab-kitab ilahi yang tidak berjilid dan usang karna termandikan debu-debu zaman, akupun dengan perlahan mengambil salah satu kitab yang lusuh tersebut dan kumulai membuka perlahan-lahan isi dari kitab tersebut, setelah ku melihat bagian isi dari kitab illahi tersebut kemudian aku menyimpannya kembali, lalu terbersit dipikiranku tentang masa kecilku yang indah dimana aku begitu dekat dengan kitab ini, tapi entah kenapa sekarang aku begitu jauh dengan kitab ini, mungkin dikarenakan zaman yang terus merangku7l kemaksiatan kedalam diriku. Kurang lebih sudah tiga puluh menit aku diam di surau ini dan tak sadar perlahan aku menitikan air mata, air mata kecemasan, air mata ketakuatan, dan air mata karna malu jauh dari Tuhan. Tiba-tiba saja aku terhentak kaget mendengar suara kecil yang aku kenal berada dibelakangku, suara itu adalah suara bocah yang memanggilku tadi, “Ahmad, disini aku sendiri dalam duri yang terbakar api, aku kespeian dalam daging yang terpanggang kesakitan” aku terpaku dengan omongan bocah yang sekarang berada didepanku, aku makin heran kenapa bocah ini tahu nama kecilku dulu yang sekarang sudah aku lupakan, “engkau siapa wahai bocah, kenapa engkau berada disini?” “dan mengapa engkau mengetahui nama waktu kecilku dulu yang aku lupakan” dengan wajah dan nada suara yang begitu polos dia menjawab “aku adalah mata airmu, aku adalah sinar kecilmu dulu yang engkau tinggalkan karna engkau memilih sebuah tujuan” “aku bukanlah sesuatu yang nyata, aku hanya hayalanmu yang engkau butuhkan dalam kebimbangan jiwamu”. Aku tersadar dan terintimidasi dengan keadaan ini, aku teringat bahwa wajah bocah ini adalah diriku, ahmad kecil yang berontak dari ayahnya karna ingin mengejar cita-cita. “kau kan diriku wahai bocah” “apakah benar kau diriku?” “sebenarnya siapa kau?” dengan takut dan gemetar dan disertai perasaan yang begitu campur aduk aku mengajukan pertanyaan. Bocah itu masih dengan ketenangannya dan kepolosannya menjawab “aku memang dirimu, tapi bukan dirimu yang sekarang terpontang-panting dalam urusan dunia” “aku adalah dirimu yang yang hatinya tertaut pada kain putih yang bersih yang masih sedikit ternoda oleh debu zaman” dengan nada yang masih tenang namun perasaan emosi yang naik dia melanjutkan pembicaraan dan aku hanya termenung, diam, dan terpekur dalam imajinasiku. “aku malu, aku hitam karna kau lebih memilih dunia daripada ayahmu, kau sudah terlalu banyak kerasukan harta dan berlian dunia” “setelah ditinggal ibumu dia sendiri menopang hidup, dia butuh teman, dia butuh anak yang merawatnya, dan kau kemana saat dia meninggalkan dunia ini?” “aku malu menjadi engkau yang tak tahu diri, aku laksana mentega yang tercampur dengan minyak jelantah!” Ahmad kecil pun terdiam dan kulihat dia mengambil nafas yang dalam, aku dengan parau mencoba untuk berbicara dengannya. “ahmad kecilku aku tersadar dimana langit sebentar lagi akan runtuh, aku tahu bahwa embun akan berubah menjadi badai darah” “dan kau jangan asal menuduh bahwa aku menelantarkan ayahku!” “setiap bulan aku selalu mengirim uang yang cukup banyak kepadanya, dan akupun ikut dalam halo mengurusi jenazahnya, walau aku tak ada bersamanya saat nafas terakhirnya buakan berarti aku menelantarkanya!” aku terengah dalam emosi yang amat memuncak. Denagan mata yang berkaca-kaca ahmad kecil kembali berbicara. “memang kau tidak menelantarkannya tapi kau harus tahu bahwa uag yang selalu kau kirim adalah uang haram, uang iblis yang kau dapt dari judi, jambret,bahkan merampok! “Apakah kau sadar kau mengurusi jasad ayahmu dengan uang yang haram, uang yang bau busuk, busuk seperti babi, busuk seperti coro atau bahkan cecunguk!” apakah kau tidak menyesal Thomas alias Ahmad Suryabrata dimana sekarang ayahmu berada didunia sana ditnya oleh para malaikat tentang jasadnya yang diurus dan dibiayai oleh anaknya dari uang haram!” “aku ahmad kecil merasa malu Thomas Kastro!” seperti ledakan petir yang menyengat tubuhku aku menitikan air mata dnegan derasnya, jiwaku bergejelok merasa manusia paling berdosa di jagat raya. Aku menangis dan kemudian bersujud lama selam jantung ini berdegup amat dahsyat kencangnya. Sesudah gejolak jiwaku mulai mereda aku pun termenung dalam dosa, lalu aku tersadar bahwa didepanku sudah tidak ada siapa-siapa. Ahmad kecil sudah pergi dan tak akan kembali. Mungkin tadi adalah sebuah ritual hidayah yang diturunkan oleh Illahi kepadaku. Dengan tenaga yang tersisa aku bangkit kedekat pintu untuk keluar menuju ke arah pancuranbambu yang berada di belakang suarau ini.

Aku kembali termenung dan beristighfar sesusai ritual tobat yang aku kerjakan api yang menyala didamar terlihat meredup karna tertiaup angin yang masuk dri lubang-lubang bilik. Mataku sakit karana terlalu banyak mengeluarkan air mata dosa. Dngen perasaan malu akupun mencurahkan jiwaku pada Dzat sang pemberi ampun “ aku ingin tahu ya Allah dalam Doaku aku meminta sebuah ampunan yang maungkin tak layak di kabulkan, tapi aku tahu Engkau maha segalanya, Engkau maha pemberi ampun” “maafkanlah, ampunilah dosaku kepada ayahku. Aku rela aku dibawa keneraka asalkan ayahku diberikan tempat disurga”. “ya Allah aku malu, aku takut dengan kecerobohanku ini aku ingin aku menjadi Ahmad Suryabrata kembali sesuai dengan pemberian Almarhum ayahku” “aku bukan Thomas Kastro yang hanya memiliki secuil budi dan sehampar kebiadaban....Ya Allah aku meminta.............”Dorrrr”, Ya...aa Aa.llah...”Doorrr” sekelumit perasaanku hitam pekat dan yang kudengar hanya teriakan nista dan caci maki.

Sang Fajar telah menyinsing dan surau pun terlihat ramai dari biasanya ibarat pamakaman sekawanan serigala yang dihinggapi ribuan kelelawar malam. “Inspektur Yusuf, penembakan terjadi sekitar dua jam yang lalu,pak! dan korban adalah Thomas Kastro pak seorang gembong perampok yang menjadi target pengejaran kita dari tiga bulan yang lalu pak’ , “ dia terkena dua peluru yang keduanya tepat mengenai dadanya dan salah satunya langsung menembus jantungnya” Inspektur dengan mengernyitkan dahi lalu berbicara kepada bawahannya “kira-kira siapa pelakunya, sersan”. “saya kira pelaku penembakan ini adalah teman sang korban yang ikut terlibat dalam perampokan bank yang terjadi sebulan yang lalu, karena menurut saksi disekitar bank, kawanan perampok melakukan aksinya dengan menggunakan senjata api, jadi saya kira yang melakukan penembakan ini adalah temannya Tomas yang sama-sama perampok” “dan dapat diperkirakan modus ini terjadi karena masalah pembagian uang rampokan yang kurang merata,pak” dengan tegas sang sersan menjawab pertanyaan inspekturnya. Inspektur kemudian menyuruh bawahannya tersebut “kalau begitu sekarang mayat korban di bawa ke Rumah sakit terdekat untuk dilakukan otopsi, sersan” dengan segap sersan Fajri melakukan tugasnya!

Untaian kata dalam kegelapan menyelimuti mendung yang terbawa angin kebahagiaan, aku disini tersenyum seelok bulan yang dihiasi kupu-kupu surga “ampuni aku ya Allah beri aku naunganMu”


wassalam






















Reklame Hati

Amy sedang duduk diatas kursi kayu dibawah rindangya pohon mangga di belakang rumahnya sambil ditemani dengan desiran angin yang kencang yang membuat siapa saja meringis kedinginan. Waktu menunjukan pukul delapan pagi dimana orang-orang sibuk beraktivitas dengan urusannya masing-masing, namun sedikitpun Amy tidak bergeming dengan keadaan sekitarnya, dia masih terus berkosentrasi pada lamunannya. Amy adalah seorang pria yang terpaku pada cinta, dan dia adalah laki-laki yang lebih memilih tersakiti daripada harus jujur akan perasaannya tentang cinta. Sekarang Amy menjadi mahasiswa di salah satu perguruan tinggi Islam negeri di Bandung. Amy tinggal di sebuah rumah kontrakan didekat kampusnya bersama empat orang temannya.

Amy semakin terhanyut dalam renungannya sambil detamani nyanyian angin pagi yang semakin sejuk membuai pikirannya, “Mi, katanya Lu kUliah, napa lu masih mojok disana? Cepet mandi nanti kesiangan lho!” amy tersadar dari lamunannya, itu ternyata suara Dion teman sekontrakannya yang berasal dari jawa, Tapi sudah lama tinggal di Bandung, dengan tubuh yang malas Amy pun menyahut seruan Dion “iya, yon’ gue dah mandi kok” “cuman yang jadi masalah gue sekarang gak jadi kuliah dosennya pada gak ada, biasa ada rapat rektorat gitu lah! Amy menyahut Dion sambil beranjak masuk ke dalam rumah. Didalam rumah Dion terlihat sedang bersiap-siap untuk pergi kekampus dan Amy terlihat sedang menuangkan gula kedalam gelas kemudian disusul dengan Setengah sendok kopi hitam, “yon’ si riko sama Gunawan kapan kesininya? Memangnya mereka berdua belum masuk kuliah?” sambil menuangkan air panas Amy bertanya kepada Dion tentang kedua temannya yang pulang kampung. “gak tahulah, kayanya sih mereka kesininya hari sabtu atau minggu sore, wong fakultas mereka kan masuknya senin depan” dengan gaya yang terburu-buru Dion yang rambutnya ikal itu hendak pergi meninggalkan Amy untuk pergi menuju kampus tercinta “mi’, gue pergi dulu ya, kamu jaga rumah kalau mau keluar jangan lupa kunci pintunya dan seperti biasa kuncinya taro di pot dekat pintu! Awas kalo lu lupa mi’!” dengan nada medok ida memperingatkan temannya itu. “siap ibu rumah tangga!” dengan lantang Amy mengiyakan suruhan dion, dan Dion pun beranjak pergi meninggalkan rumah untuk berjuang mencari masa depannya.

Waktu menunjukan pukul 10.30 didalam kesendiriannya Amy terlihat masih murung dalam lamunannya . Amy belum lama kecewa karna wanita setelah setahun yang lalu ia selalu disakiti oleh wanita, dan belum lama ini ia memendam asmara kepada adik kelasnya waktu SMA. setelah dia gigih menyatakan perasaannya,akhirnya dia mendapatkan kekecewaan karena perempuan yang dicintainya tak sejalan dengan perasaannya. Namun ia tidak benci pada wanita ia tetap kagum, malah dia semakin tertarik dan unik terhadap pemikiran wanita. Dia tidak seperti para pilosof barat yang membenci dan mencaci wanita karana masalah cinta, dia kadang lebih sejalan dengan pemikiran para tokoh feminisme yang mencintai kebijakan dan keindahan perasaan wanita. Sekarang Amy terus merenung tentang sikap dan sifatnya menutup diri, kadang dia berpikir dia merasa bingung dengan perasaannya, apakah dia bisa memiliki perempuan yang dicintainya sementara sekarang perempuan yang dicintainya menjauh dari kehidupan Amy. Tapi dia pun sadar bahwa cinta harus diperjuangkan dan biarlah waktu yang terus menjawabnya. Diapun kini mempunyai sebuah filosoffi bahwa salah satu tulang rusuk Adam ada pada Hawa, dan salah tulang rusuk amy ada pada perempuan yang dicintainya.

Ditengah lamunannya Amy memandang keluar lewat jendela kayu rumahnya, amy melihat sebuah anak itik yang diasuh oleh seekor bebek betina bersama anak-anaknya. Dengan melihat itu Amy pun tersadar bahwa cinta itu penuh ketulusan dan seantiasa tidak mengenal jati diri satu sama lain. Amy dengan sedikit ketenangan dan tenaga yang tersisa ia beranjak pergi mencari hawa romansa yang indah di luar rumah sana.

Setengah jam Amy membaca buku ditaman, dan sejam lalu adzan Dzuhur telah berkumandang Amy pun telah melaksanakan panggilan Illahi tersebut. Amy terlihat khusyu membaca buku satra salah satu karya Kahlil Gibran ia sangat terbuai dengan isi buku tersebut dan terilhami dengan kata- katanya yang sarat dengan berbagai estetika.

“kau adalah kata-kata percikanmu bagai mutiara dan dalam kesunyianmu kau bagaikan keindahan, kebahagiaan, penantian dan kesedihan”

“dalam tanganmu seorang gadis menantikan kekasihnya: tetapi yang kembali hanya mayatnya”

Amy tersenyum membaca beberapa kalimat dari buku tersebut, terlihat gaya bahasa yang begitu paradoksal tetapi sarat berbagai makna yang sulit untuk dijelaskan. Setelah amy merasa jenuh membaca buku akhirnya pun ia mencoba untuk menelepon sahabatnya lewat ponsel yang ia punya, tertera didalam ponselnya tertera nama Gingin, amy pun menekan tanda panggil, setelah beberapa menit tiada yang menjawab. Amy pun dalam hati berkata “mungkin si Gingin sedang sibuk dengan kuliahnya kali yah”, selanjutnya Amypun memanggil ssahabat nya yang satu lagi, dan tertera dilayar ponsel nama seseorang yaitu hazmy, ia pun memanggil nama tersebut setelah ditunggu berapa detik ada yang menjawab “halo, asalamualikum ada perlu apa mi? tumben nelpon” di dalam spekear phone terdengar ada yang berbicara dan itu ternyata hazmy sendiri yang mengangkatnya!. “enggak da apa apa, gue Cuma mo nanya kabar elo aza? Lo dmana skarang berisik amat disana?Amy berbicara dengan sahabatnya itu dengan santai. “gue ada di jkrta mi lg ada acara niih! Lo nelponnya nanti aza yah! Waasalamualikum” dengan penuh kecewa amy pun menjawab salam temannya disertai dengan suara tut-tut dalam spekear ponselnya, dalam hati amy mengeluh “ duh sekarang teman-temen gue pada sibuk, pada ada kegiatan, sedangkan gue? Hanya terpaku pada permasalahan pribadi disertai perasaan yang tak enak untuk dirasakan. “sekarang gue sadar bahwa cinta itu penghias dunia walau terkadang ada beberapa cinta yang menyakitkan, gue berpikir panjang tentang semua cinta, tak ada yang seindah dari cinta kita pada seorang perempuan yang kita kagumi, tak ada yang senikmat dari cinta kita pada sahabat yang selalu membuat kita terhibur, tertawa, dan sahabatlah yang selalu memotivasi kita, tak ada yang setegar, setulus cinta kita pada orang tua kita yang telah susah payah membesarkan kita, dan tak ada cinta yang sekokoh, sekuat cinta kita pada Illahi YangMaha esa, yang telah memberikan kenikmartan cinta pada kita sebagai manusia yang tercipta sempurna yang selalu merasakan yang namanya cinta”. “Hari ini gue akan berjanji untuk terus mensyukuri apapun itu yang berhubungan dengan cinta”. Amy pun terdiam dan kemudian beranjak pergi dengan sebuah ketenangan jiwa.

Bandung, 15 Sept 08’

(dipersembahkan untuk kedua sahabatku yang pastinya takkan pernah lupa dengan kenangan masa lalu)

Tidak ada komentar: